PARADIGMA BARU SUPERVISI AKADEMIK “PERAN GURU SEBAGAI COACH”
Ilustrasi kegiatan supervisi menggunakan teknik coaching oleh ks kepada guru |
Seorang pendidik apalagi guru penggerak idealnya
harus mampu menjalankan Nilai dan Peran Guru Penggerak yaitu: 1) Menjadi
Pemimpin Pembelajaran, 2) Menjadi Coach Bagi Guru Lain, 3) Mendorong
kolaborasi, 4) Mewujudkan Kepemimpinan Murid (Student Agency), dan yang
terakhir 5) Menggerakkan Komunitas Praktisi. Terkait dengan peran guru
penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dan menjadi coach bagi guru lain sangat
erat kaitannya dengan kegiatan supervisi. Keterampilan coaching sangat berguna
apabila kita bertindak sebagai supervisor. Supervisor yang dimaksud dapat
diperankan oleh kepala sekolah, guru senior dan rekan sejawat.
Dalam pelaksanaannya, tidak bisa kita pungkiri
bahwa seringkali supervisi akademik dilihat sebagai sebuah proses yang bersifat
satu arah. Apalagi jika supervisi akademik ini hanya terjadi satu tahun sekali
menjelang akhir tahun pelajaran. Supervisi menjadi sebuah tagihan atau
kewajiban para pemimpin sekolah dalam tanggung jawabnya mengevaluasi para
tenaga pendidik. Saatnya sekarang kita mengembalikan
semangat supervisi akademik mula-mula dengan melihat dan berpikir dengan
menggunakan kacamata dan topi seorang coach: supervisi akademik sebagai proses
berkelanjutan yang memberdayakan.
Kita sebagai pemimpin pembelajaran diharapkan
mampu mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain
dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini,
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang diawali dengan paradigma
berpikir yang memberdayakan. Sejalan dengan hal tersebut kita sebagai seorang
pemimpin pembelajaran diharapkan mampu menjadi supervisor atau kepala sekolah
yang memiliki paradigma berpikir dan keterampilan coaching dalam rangka
pengembangan diri dan rekan sejawat.
Coaching adalah sarana pemberdayaan potensi yang
bertujuan untuk menghantarkan klien dari kondisi yang sedang dialami sekarang
ke kondisi baru yang lebih baik. Coaching bukan memberi tahu, bukan memikirkan
solusi sebelum mendengarkan, dan bukan memberikan umpan balik yang bersifat
menghakimi ataupun asumsi. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan
sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif
dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan.
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan
pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga
dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki
para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai
keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses
coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan
ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai
‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan
kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.
Untuk dapat melaksanakan praktik coaching seorang
pendidik hendaknya memiliki paradigma dan kompetensi coaching adapaun paradigma
tersbut yaitu fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, bersikap terbuka
dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, mampu melihat peluang baru
dan masa depan
Sedangkan kompetensi coaching yang harus dikuasi
oleh seorang pendidik yaitu:
- Kehadiran penuh/Presence
- Mendengarkan aktif
- Mengajukan pertanyaan berbobot
Perbedaan peran coaching dengan metode-metode
pengembangan lain:
- Mentoring: pada dasarnya mengajari seseorang dari tidak tahu menjadi tahu atau dari tidak bisa menjadi bisa dalam jangka waktu yang lama.
- Coaching: sarana pemberdayaan potensi yang bertujuan untuk menghantarkan klien dari kondisi yang sedang dialami sekarang ke kondisi baru yang lebih baik. Coaching ditujukan untuk memaksimalkan potensi personal dan profesional klien. Dan arah pembicaraanya dari masa kini ke masa depan.
- Konseling: biasanya didorong oleh adanya masalah yang bersifat pribadi terkait masalah emosional ataupun psikologis dan arah pembahasannya biasanya dari masa kini ke masa lalu.
- Trining: mengajari seseorang dari tidak tahu menjadi tahu atau dari tidak bisa menjadi bisa dalam jangka waktu yang pendek atau singkat dan sifatnya transfer ilmu.
- Fasilitasi: menjembatani sesorang ataupun kelompok agar dapat menyelesaikan berbagai persoalan atau pengambilan keputusan agar lebih efektif dan biasanya orang yang menjadi fasilitator bersifat netral.
Alur percakapan yang
digunakan pada saat melaksanakan coaching yaitu alur TIRTA. Alur TIRTA dikembangkan
dengan semangat merdeka belajar yang membuat kita memiliki paradigma berpikir,
prinsip dan keterampilan coaching untuk memfasilitasi rekan sejawat agar dapat
belajar dari situasi yang dihadapi dan membuat keputusan-keputusan
bijaksana secara mandiri. Berikut ini
penjelasan mengenai alur TIRTA:
- Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee)
- Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi)
- Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)
- Tanggungjawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)
Posting Komentar untuk "PARADIGMA BARU SUPERVISI AKADEMIK “PERAN GURU SEBAGAI COACH”"